OAKLANDPOLICEBEAT — Hasto Kristiyanto berbicara tentang fakta bahwa banyak saksi internal KPK yang terlibat dalam kasus tersebut. Di sisi lain, Sekjen PDIP itu memprotes karena saksi meringankan yang dia ajukan tidak diperiksa oleh penyidik selama penyidikan.
“Di sinilah mekanisme internal KPK dijadikan sebagai alasan yang merugikan terdakwa karena hak untuk mendapatkan saksi yang meringankan diabaikan oleh KPK,” kata Hasto saat membacakan eksepsi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (21/3).
“Sementara dari KPK sendiri terdapat penyelidik dan penyidik serta saksi ahli yang dibuat BAP. Total terdapat 13 orang penyelidik dan penyidik KPK yang menjadi saksi terhadap perkara saya,” lanjutnya.
Bahkan, Hasto menyatakan bahwa Rossa Purbo Bekti, Kasatgas Penyidikan KPK, juga menjadi saksi yang kesemuanya memberatkan dirinya. Selain itu, empat saksi ahli dari KPK hadir.
KPK menyimpulkan bahwa perkara Hasto telah diselesaikan. Saksi meringankan Hasto kemudian dikirim ke jaksa untuk proses penuntutan.
Dia menemukan bahwa proses perampungan berkas penyidikan yang dikenal sebagai P-21 terkesan dipaksakan. Selain itu, tim kuasa hukumnya mengeluarkan berita acara yang isinya menentang P-21 tersebut.
Pertanyaannya adalah, alasan apa yang mendorong penyidik KPK untuk memaksakan proses P-21? Menurut Hasto, proses P-21 pertama kali dilakukan dalam sejarah KPK sejak tahun 2002 hanya dalam waktu hampir dua minggu sejak ditahan, sementara kasus lain biasanya memerlukan 120 hari.
Menurut Hasto, proses P-21 yang cepat itu dimaksudkan untuk menggugurkan gugatan praperadilan kedua yang diajukan pada tanggal 18 Februari 2025 karena sidang pertama pada tanggal 3 Maret 2025 tidak dihadiri oleh KPK.
Menurutnya, ini adalah pelanggaran terhadap hak terdakwa untuk melakukan gugatan praperadilan dan KPK tidak menghormati lembaga peradilan.

Dalam buku catatan harian jilid lima, Hasto mengutip pernyataan Prof. Todung Mulya Lubis. Pernyataan tersebut terinspirasi oleh buku Leslie Holmes, Corruption, Post Communism, and Neoliberalism.
“Saya harus berhati-hati dan mengingatkan KPK…, pemberantasan korupsi itu sering terjadi karena balas dendam (revenge), ikhtiar untuk membersihkan diri, atau untuk mendemonstrasikan kepada publik tentang komitmen pemberantasan korupsi, dan juga untuk memperoleh legitimasi baru,” kata Todung.
Hasto menyatakan bahwa pemikiran Todung Mulya Lubis, yang dipresentasikan pada tahun 2013, tampaknya benar-benar menunjukkan unsur balas dendam dalam kasus ini.
Mengingat bahwa salah satu penyelidik BAP dari KPK, BAP Saudari Rizka Anungnata, mengaitkan saya dengan program Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), yang merupakan kebijakan pemerintah Jokowi, dan tidak ada hubungannya dengan saya, karena saya lebih fokus di dalam Partai. Itu juga berlaku untuk tujuan melakukan demonstrasi kepada publik untuk memperoleh legitimasi baru,” tutupnya.
Dalam kasus ini, Hasto didakwa menyuap komisioner KPU RI selama proses Pergantian Antarwaktu (PAW) dan mengabaikan penyidikan kasus Harun Masiku.
Hasto didakwa atas kasus suap bersama dengan orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah, dan Saeful Bahri. Dalam kasus ini, Harun Masiku didakwa memberi Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina suap sebesar 57.350 SGD, atau sekitar 600 juta rupiah. Suap agar Harun Masiku diangkat ke DPR RI.
SUMBER KUMPARAN.COM : Hasto Ungkap 13 Penyelidik dan Penyidik KPK Jadi Saksi di Kasusnya